Report By LFM 2016
Gb.1 Ust. Abu ditemani oleh Ust. Malik |
Ust. Abu Hasanudin Al-Hafidz merupakan direktur Yayasan Tahfidzul
Quran Ibnu Katsir Jember. Sebuah yayasan yang bergerak untuk mencetak para
generasi penghafal Quran. Para santrinya yang sering disebut mahasantri selain
menghafal Al-Quran juga mendapat fasilitas beasiswa penuh untuk menempuh
pendidikan S1 di IAIN Jember. Yayasan ini telah mendapat dukungan berbagai
pihak baik perorangan maupun lembaga. Bahkan lembaga sebesar PUSLIT KOKA Jember
mendukung penuh program Yayasan Ibnu Katsir ini. Sebagai wujud nyata atas
dukungan ini adalah terselenggaranya program rutin Majelis Dhuha.
Kegiatan kajian ahad pagi sendiri diadakan setiap bulan sebagai
agenda rutin yang diselenggarakan Yayasan Darus Sunnah. Sejak pukul 06.50 pagi,
para jamaah telah berkumpul di dalam masjid Darus Sunnah untuk menunggu kehadiran
beliau (Ust. Abu). Menurut informasi beliau masih berada dalam perjalanan. Dan
akhirnya sekitar pukul tujuh lebih beliau baru bisa sampai di kompleks SMPIT
Ibnu Sina.
Segera pembawa acara memulai pembukaan jalannya acara. Kemudian
salah satu siswa SMPITIS Muh. Reihan Abadi membacakan hafalan Surat Al-Hasr
dalam juz 28. Setelah itu mulailah Kajian inti oleh Ust. Abu Hasanudin
Al-Hafidz.
Dalam kajian tersebut Ust. Abu membahas tentang Al-Quran sebagai
pegangan utama umat muslim. Beliau mengingatkan seharusnya tidak ada muslim
yang tidak hebat jika ia telah berpegang pada niai-nilai Al-Quran. Seorang
muslim yang mendengar, membaca, bahkan mengimplementasikan Al-Quran tidak akan
menjalani kehidupan yang biasa-biasa saja. Jika faktanya banyak muslim biasa-biasa
saja hidupnya, berarti ia tidak sepenuhnya memegang Quran sebagai petunjuk
hidup.
Gb.2 Ust Abu sedang memberi tausiyah di Masjid Darus Sunnah |
Kebahagiaan yang diidamkan muslim sebenarnya bisa diperoleh asalkan
ia tahu bagaimana caranya meminta kepada Allah azza wa jalla. Namun kebanyakan
muslim hanya meminta bagian-bagian kecil dari aspek kebahagiaan itu. Kalimat “subhanallah”
yang ringan ternyata bila diresapi mampu menghadirkan aspek kebahagiaan hidup
secara penuh. Sepaket kebahagiaan menurut istilah Ust. Abu. Itulah mengapa
kalimat “subhanalladi” menjadi kata pembuka dalam surat Al-Isro’ yang
sering dibaca pada peringatan Isro’ Mi’roj Nabi Muhammad SAW.
Isro’ Mi’roj menjadi peristiwa besar di luar kewajaran. Pelipur lara
Rosul SAW saat ditinggal wafat oleh 2 orang yang amat Beliau SAW cintai yaitu
Khadijah dan Abu Thalib. Dan yang paling penting peristiwa ini menjadi sejarah
yang menghadirkan syariat wajib yang harus dijalankan setiap muslim, yaitu
Sholat 5 waktu. Hadiah Allah SWT bagi Rosul SAW dan umatnya agar mampu hidup
dengan kualitas lebih. Dan sudah sepantasnya bila shalat dijadikan sebagai
suatu kebutuhan, bukan sekedar penggugur kewajiban. Karena melalui shalatlah
sendi-sendi agama seorang muslim itu kokoh.
Para jamaah tampak menikmati bahasan kajian kali ini. Terlebih Ust.
Abu pandai memancing perhatian para jamaah dengan sentilan-sentilan humor
khasnya. Mungkin yang paling banyak diingat oleh para jamaah adalah bagaimana
cara beliau mengajarkan ayat awal surat Al-Isro’. Beliau mempraktikkan gerakan
dan bacaan ayat secara bersamaan kemudian ditirukan oleh para jamaah.
“Subbhaanalladi..... Asyroo.....bi’abbdihii....lailaa...”. Haha...penulis
sempat tertawa-tawa mengingat ini. Subbhanalladi (menangkupkan tangan ke dada),
Asroo...(membuat gerakan aliran air), bi’abbdihi...(menepuk dada), dan
laila...(membuat gerakan tangan menyerupai tidur). Unik, cara yang beliau sebut
menghafal dengan cara otak kanan. Bahkan cara menghafal ini bisa dibolak-balik
dari awal kata maupun dari akhir kata.
0 komentar:
Posting Komentar